FORCLIME
Forests and Climate Change ProgrammeTechnical Cooperation (TC Module)
Select your language
Menyusul sukses talkshow pada acara Pekan Diplomasi Iklim Uni Eropa (EU Climate Diplomacy Week) 2019, tahun ini FORCLIME bersama Man and Biosphere progamme (MAB) UNESCO Indonesia menyelenggarakan sesi virtual yang membahas perkembangan cagar biosfer di Indonesia. Acara yang diadakan pada 13 Oktober 2021 tersebut sekaligus memperingati 50 tahun program MAB UNESCO. Dalam sesi tersebut, peserta mendapatkan wawasan tentang cagar biosfer di Indonesia dari UNESCO Indonesia dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Selain itu, pengalaman dari Cagar Biosfer Betung Kerihun Danau Sentarum Kapuas Hulu dan Cagar Biosfer Lore Lindu yang disampaikan oleh SASCI dan Kepala Perencanaan Ekonomi Bappeda Sulawesi Tengah, Dr. Irwan, mitra FORCLIME. Dalam acara tersebut, juga ditampilkan suara generasi muda tentang cagar biosfer, yang disampaikan oleh Sukma Riverningtyas, perwakilan pemuda MAB.
Pekan Diplomasi Iklim adalah program Delegasi Uni Eropa di seluruh dunia untuk menjangkau komunitas dan organisasi mitra, menyoroti aksi global yang positif dan kolaborasi dalam perubahan iklim.
Untuk informasi lebih lanjut tentang kegiatan FORCLIME di Cagar Biosfer Lore Lindu, silakan hubungi:
Ismet Khaeruddin, Advisor Senior, Focal Point Keanekaragaman Hayati KFW Forest Program 3 dan Koordinator Provinsi Sulawesi Tengah
Dalam rangka peningkatan kapasitas kelompok tani hutan dampingan, Balai Diklat Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Makassar mengadakan pertemuan informal pada 16 September 2021. Pertemuan tersebut dihadiri oleh 20 peserta yang merupakan perwakilan dari Kelompok Tani Hutan (KTH) Mattiro Deceng, tim Balai Diklat LHK Makassar, Penyuluh Kehutanan KPH Bulusaraung dan FORCLIME. Dalam pertemuan yang difasilitasi oleh Kepala Seksi Sarana Evaluasi Diklat, Penyuluh Kehutanan dan Advisor FORCLIME tersebut, KTH Mattiro Deceng mengemukakan bahwa pengolahan gula aren dan madu alam memberikan kontribusi pendapatan yang cukup signifikan bagi masyarakat. Meski demikian mereka menghadapi tantangan antara lain: (1) Produksi dan kualitas nira aren sangat dipengaruhi oleh iklim; (2) Pemanenan madu masih menggunakan pengasapan yang berisiko menimbulkan kebakaran hutan dan risiko kecelakaan karena harus memanjat pohon yang tinggi; (3) Pemasaran gula aren dan madu masih secara individu sehingga posisi tawar rendah dan harga fluktuatif. Menghadapi situasi tersebut, KTH Mattiro Deceng mengharapkan dukungan untuk pengembangan pemasaran madu dan aren, diversifiasi produk gula aren dan pengenalan pemanenan lebah secara lestari.
Kelompok Tani Hutan Mattiro Deceng berdomisili di Kampung Panggalungan, Desa Tabo-tabo, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Kampung ini adalah salah satu kampung yang ada di sekitar Hutan Diklat Tabo-tabo. Kelompok ini dibentuk oleh penyuluh Kehutanan BD LHK Makassar pada tahun 2014. KTH Mattiro Deceng, beranggotakan 30 orang, mengembangkan usaha di bidang pengolahan gula aren dan pemanenan madu alam Apis dorsata yang diambil dari kawasan Hutan Diklat Tabo-tabo.
Sebagai tindak lanjut pertemuan ini, KTH Mattiro Deceng akan mengadakan pertemuan rutin mendiskusikan solusi-solusi untuk mengatasi tantangan tersebut di atas.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Edy Marbyanto, Manajer bidang strategis, pengembangan kapasitas SDM
Daniel Maertz, Advisor bidang Pendidikan Orang Dewasa dan Pelatihan
Dalam rangka melestarikan berbagai aturan adat dan kearifan lokal yang mengatur kehidupan sosial masyarakat setempat, khususnya terkait dengan pengelolaan dan perlindungan sumber daya alam, desa Toro dan Forum Komunikasi Cagar Biosfer Lore Lindu berkomitmen untuk mendokumentasikan berbagai aturan adat dan kearifan lokal yang saat ini hanya ada dalam ingatan para tetua desa. Untuk mengawali tugas tersebut, telah dilaksanakan rapat koordinasi di Desa Toro, bagian barat Palu, Sulawesi Tengah pada 23 September 2021. Rapat dibuka oleh Kepala Desa Toro, Mulyanto Dharmawan Lagimpu S.E., dan dihadiri oleh masyarakat sekitar.
Dalam pertemuan tersebut, para peserta menyepakati hal-hal berikut:
1. Mengumpulkan dan menyarikan informasi dari masyarakat setempat, khususnya dari para tetua yang masih memiliki informasi relevan yang tersimpan dalam ingatan mereka.
2. Menetapkan bahasa Toro untuk mendokumentasikan aturan adat dan kearifan lokal
3. Menerjemahkan konteks dan makna dari aturan adat dan kearifan lokal ke dalam bahasa Indonesia untuk memudahkan pemahaman yang lebih luas
Kemudian, aturan adat dan kearifan lokal yang terkumpul akan disusun menjadi sebuah buku pedoman yang akan diterbitkan dan didistribusikan ke seluruh kantor dusun dan desa. Kegiatan ini diharapkan dapat menginspirasi generasi muda untuk mempertahankan dan melestarikan pengetahuan nenek moyang mereka, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam.
Penduduk Toro memiliki filosofis dalam kaitannya dengan kehidupan sosial mereka, yaitu:
1. Hintuwu, yang mengatur hubungan antar manusia;
2. Katuwua, yang mengatur hubungan manusia dan alam;
3. Petukua, yang mengatur hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Fikty Aprilinayati, Advisor bidang Pengelolaan Hutan Lestari dan Pengelolaan Cagar Biosfer
Ismet Khaeruddin, Advisor Senior, Focal Point Keanekaragaman Hayati untuk Program Hutan 3 KFW dan Koordinator Provinsi Sulawesi Tengah
Didukung oleh: | |